Pengertian seni rupa pramodern adalah karya seni rupa yang hadir sebelum zaman industri yang berarti muncul sebelum zaman modern. Perkembangan seni rupa dapat dilihat dari aspek kesejarahan yang merupakan rangkaian perubahan, baik dari aspek konseptual maupun aspek kebentukan. Berikut adalah aliran-aliran seni rupa pramodern yang bertahan hingga saat ini.
1. Aliran Primitivisme
Primitivisme merupakan corak karya seni rupa yang memilik beberapa sifat diantaranya bersahaja, sederhana, naif, jujur, spontan, baik dari segi penggarapan bentuk maupun pewarnaannya. Seniman bebas dari belenggu profesionalisme, teknik, tradisi, dan latihan formal proses kreasi seni ini. Ciri-ciri aliran primitivisme yaitu menggambarkan sebuah subjek dengan bagian yang sangat datar dan cenderung sangat sederhana sekali, selain itu juga terikat dengan kehidupan manusia saat zaman dahulu yang cenderung primitif.
Perhatikan contoh patung Dewi Kecantikan Yunani klasik mengekspresikan makna seni dengan idealisasi bentuk mimesis (mengimitasi atau meniru) rupa manusia dalam wujud yang indah dan sempurna.
2. Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan corak karya seni rupa dengan teknik pelukisannya yang berpedoman pada peniruan alam untuk menghasilkan karya seni. Oleh sebab itu seniman terikat pada hukum proporsi, perspektif, anatomi dan teknik pewarnaan untuk mendapatkan kemiripan yang sesuai dengan perwujudan objek yang dilihat mata. Tokoh seniman Indonesia yang menganut aliran naturalism antara lain Pirngadi, Basoeki Abdullah, Trubus, Abdullah SR, Wakidi, Dullah, Rustamadji, Wahdi, dan lain sebagainnya.
3. Aliran Realisme
Aliran seni rupa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran naturalisme. Aliran ini muncul di belahan dunia Barat sekitar pertengahan abad ke-17. Aliran ini menunjukkan keyakinan seniman terhadap realitas duniawi yang kasat mata sebagai objek penciptaan karya seni.
Pada umumnya realisme dibedakan menjadi beberapa katagori, seperti realisme sosialis (cenderung mengungkapkan adegan-adegan kehidupan manusia yang serba sengsara, getir, dan pahit). Herbert Read menyatakan, seni rupa yang sepenuhnya dapat disebut sebagai realistis adalah yang berusaha dengan segala daya untuk menyatakan perwujudan objek dengan tepat, dan seni seperti ini, sebagaimana halnya filsafat realisme, selalu berdasarkan atas keyakinan keberadaan objektif dari sesuatu.
Jadi dalam pengertian murni aliran realis berusaha melukiskan keadaan secara nyata, seniman realis memandang dunia ini tanpa adanya ilusi, mereka menciptakan karya seni rupa yang nyata menggambarkan apa-apa yang nyata dan benar-benar ada di dunia ini. Tokoh-tokoh realisme yang ada di Indonesia antara lain Raden Saleh (realism romantis), S. Soedjojono, Dullah, Rustamadji (realism fotografis), Dede Eri Supria, Ronald Manullang (Realisme Baru).
4. Aliran Dekorativisme
Karya seni rupa dekoratif senantiasa berhubungan dengan hasrat untuk menyederhanakan bentuk dengan jalan mengadakan distorsi. Ciri-cirinya yaitu bersifat kegarisan, ritmis, berpola, pewarnaan yang rata, dan secara umum mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menghias. Tujuan dan sifat hias ini akan menyebabkan keindahan rupa dekoratif termasuk kategori seni yang mudah dicerna oleh masyarakat. Pada karya seni dua dimensi sering mengabaikan unsur perspektif dan anatomi, sedangkan pada karya seni tiga dimensi mengabaikan plastisitas bentuk (naturalistis).
Karya seni rupa dekoratif dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian utama, yakni dekoratif figuratif dan dekoratif geometris. Dekoratif figurative adalah yang biasanya ditandai dengan penggambaran wujud figure/ bentuk-bentuk di alam yang kita kenali. Seperti misalnya pemandangan,, hewan-hewan di tengah rimba pasar, kota, lukisan kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya. Namun teknik pelukisannya ini tidak berupaya untuk meniru rupa secara realistis, melainkan dikerjakan dengan bentuk yang datar tanpa memperhitungkan aspek volume dalam penggarapan bentuk visual.
Dekoratif geometris adalah karya seni rupa yang bebas dari peniruan alam, perwujudannya merupakan susunan motif, bentuk, atau pola tertentu di tata sedemikian rupa sehingga memiliki kapasitas untuk membangkitkan perasaan keindahan dalam diri pengamatnya. Lukisan-lukisan geometris cenderung rasional karena terikat pada pola, motif, atau bentuk-bentuk dan teknik pelukisan yang menuntut ketrampilan dan kesabaran dalam proses kreasinya.
Contoh seni rupa dekoratif geometris dapat dilihat pada ragam hias di daeerah-daerah seluruh kepulauan Indonesia. Misalnya motif pilin berganda, lingkaran, elips, setengah lingkaran, segi tiga, prisma, empat persegi, dan lain-lain. Motif tersebut biasanya tersusun rapi denganteknik pengulangan, sehingga tercipta suatu harmoni. Karena penempatannya mementingkan keteraturan dan kerapian, maka dalam bentuk tradisional komposisinya simetris. Namun kerap pula kita jumpai dalam era modern komposisi yang bebas, seperti pada karya Sapto Hudoyo dan Hatta Hambali.
Tokoh-tokoh pelukis dekoratif asal Indonesia adalah Amrus Natalsya, Irsam, Sarnadi Adam, Ahmad Sopandi, Kartono Yudokusumo, Widayat, Suparto, Ratmoyo, Batara Lubis, Boyke Aditya, A.Y. Kuncana, I Gusti Made Deblog, I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Ketut Kobot, dan masih masih banyak lagi.
1. Aliran Primitivisme
Primitivisme merupakan corak karya seni rupa yang memilik beberapa sifat diantaranya bersahaja, sederhana, naif, jujur, spontan, baik dari segi penggarapan bentuk maupun pewarnaannya. Seniman bebas dari belenggu profesionalisme, teknik, tradisi, dan latihan formal proses kreasi seni ini. Ciri-ciri aliran primitivisme yaitu menggambarkan sebuah subjek dengan bagian yang sangat datar dan cenderung sangat sederhana sekali, selain itu juga terikat dengan kehidupan manusia saat zaman dahulu yang cenderung primitif.
Perhatikan contoh patung Dewi Kecantikan Yunani klasik mengekspresikan makna seni dengan idealisasi bentuk mimesis (mengimitasi atau meniru) rupa manusia dalam wujud yang indah dan sempurna.
2. Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan corak karya seni rupa dengan teknik pelukisannya yang berpedoman pada peniruan alam untuk menghasilkan karya seni. Oleh sebab itu seniman terikat pada hukum proporsi, perspektif, anatomi dan teknik pewarnaan untuk mendapatkan kemiripan yang sesuai dengan perwujudan objek yang dilihat mata. Tokoh seniman Indonesia yang menganut aliran naturalism antara lain Pirngadi, Basoeki Abdullah, Trubus, Abdullah SR, Wakidi, Dullah, Rustamadji, Wahdi, dan lain sebagainnya.
3. Aliran Realisme
Aliran seni rupa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran naturalisme. Aliran ini muncul di belahan dunia Barat sekitar pertengahan abad ke-17. Aliran ini menunjukkan keyakinan seniman terhadap realitas duniawi yang kasat mata sebagai objek penciptaan karya seni.
Pada umumnya realisme dibedakan menjadi beberapa katagori, seperti realisme sosialis (cenderung mengungkapkan adegan-adegan kehidupan manusia yang serba sengsara, getir, dan pahit). Herbert Read menyatakan, seni rupa yang sepenuhnya dapat disebut sebagai realistis adalah yang berusaha dengan segala daya untuk menyatakan perwujudan objek dengan tepat, dan seni seperti ini, sebagaimana halnya filsafat realisme, selalu berdasarkan atas keyakinan keberadaan objektif dari sesuatu.
Jadi dalam pengertian murni aliran realis berusaha melukiskan keadaan secara nyata, seniman realis memandang dunia ini tanpa adanya ilusi, mereka menciptakan karya seni rupa yang nyata menggambarkan apa-apa yang nyata dan benar-benar ada di dunia ini. Tokoh-tokoh realisme yang ada di Indonesia antara lain Raden Saleh (realism romantis), S. Soedjojono, Dullah, Rustamadji (realism fotografis), Dede Eri Supria, Ronald Manullang (Realisme Baru).
4. Aliran Dekorativisme
Karya seni rupa dekoratif senantiasa berhubungan dengan hasrat untuk menyederhanakan bentuk dengan jalan mengadakan distorsi. Ciri-cirinya yaitu bersifat kegarisan, ritmis, berpola, pewarnaan yang rata, dan secara umum mempunyai kecenderungan yang kuat untuk menghias. Tujuan dan sifat hias ini akan menyebabkan keindahan rupa dekoratif termasuk kategori seni yang mudah dicerna oleh masyarakat. Pada karya seni dua dimensi sering mengabaikan unsur perspektif dan anatomi, sedangkan pada karya seni tiga dimensi mengabaikan plastisitas bentuk (naturalistis).
Karya seni rupa dekoratif dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian utama, yakni dekoratif figuratif dan dekoratif geometris. Dekoratif figurative adalah yang biasanya ditandai dengan penggambaran wujud figure/ bentuk-bentuk di alam yang kita kenali. Seperti misalnya pemandangan,, hewan-hewan di tengah rimba pasar, kota, lukisan kehidupan sehari-hari, dan lain sebagainya. Namun teknik pelukisannya ini tidak berupaya untuk meniru rupa secara realistis, melainkan dikerjakan dengan bentuk yang datar tanpa memperhitungkan aspek volume dalam penggarapan bentuk visual.
Dekoratif geometris adalah karya seni rupa yang bebas dari peniruan alam, perwujudannya merupakan susunan motif, bentuk, atau pola tertentu di tata sedemikian rupa sehingga memiliki kapasitas untuk membangkitkan perasaan keindahan dalam diri pengamatnya. Lukisan-lukisan geometris cenderung rasional karena terikat pada pola, motif, atau bentuk-bentuk dan teknik pelukisan yang menuntut ketrampilan dan kesabaran dalam proses kreasinya.
Contoh seni rupa dekoratif geometris dapat dilihat pada ragam hias di daeerah-daerah seluruh kepulauan Indonesia. Misalnya motif pilin berganda, lingkaran, elips, setengah lingkaran, segi tiga, prisma, empat persegi, dan lain-lain. Motif tersebut biasanya tersusun rapi denganteknik pengulangan, sehingga tercipta suatu harmoni. Karena penempatannya mementingkan keteraturan dan kerapian, maka dalam bentuk tradisional komposisinya simetris. Namun kerap pula kita jumpai dalam era modern komposisi yang bebas, seperti pada karya Sapto Hudoyo dan Hatta Hambali.
Tokoh-tokoh pelukis dekoratif asal Indonesia adalah Amrus Natalsya, Irsam, Sarnadi Adam, Ahmad Sopandi, Kartono Yudokusumo, Widayat, Suparto, Ratmoyo, Batara Lubis, Boyke Aditya, A.Y. Kuncana, I Gusti Made Deblog, I Gusti Nyoman Lempad, I Gusti Ketut Kobot, dan masih masih banyak lagi.