-->

Fungsi dan Tugas Lembaga Perlindungan HAM

Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia (Tugas Dan Fungsi) - Banyak sekali lembaga perlindungan HAM di Indonesia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, di Indonesia juga terdapat komisi nasional lainnya yang berkaitan dengan HAM, yaitu Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasaan terhadap Perempuan, dan Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN). Berikut ini adalah tugas dan fungsi dari lembaga perlindungan HAM di Indonesia:

Tugas dan Fungsi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam UndangUndang RI Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut:
  1. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah
  2. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi
  3. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindak lanjuti
  4. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.
Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan kepada Komnas HAM. Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.

Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia (Tugas Dan Fungsi)

Tugas dan Fungsi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
  1. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
  2. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, mandat KPAI adalah mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 yakni : “Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan khusus

Tugas dan Fungsi Komisi Nasional Anti Kekerasaan terhadap Perempuan
Pembentukan Komisi ini juga sama yaitu untuk merespon atas terjadinya berbagai pelanggaran dan kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Tujuan pembentukan Komisi ini, pertama, mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan HAM perempuan di Indonesia. Kedua, meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Landasan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini ialah Keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No. 65 tahun 2005.

Tugas dan Fungsi Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha
Awal terbentuknya Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disepakati oleh DPR pada (tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 (LN No. 42 Tahun 1999). Dalam perlindungan konsumen terdapat atau terkandung sejumlah asas, perlindungan konsumen ini diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah yang bertumpu pada lima asas seperti yang terdapat dalam pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu: 
  1. Asas manfaat, dimaksud untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
  2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan pada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara adil.
  3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
  4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang digunakan.
  5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

Tugas dan Fungsi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN)
Untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia yang berat, perlu dilakukan langkah-langkah konkret dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Selain amanat tersebut, pembentukan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini juga didasarkan pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuaan dan Kesatuan Nasional yang menugaskan untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekstra yudisial yang jumlah anggota dan kriterianya ditetapkan dalam undang-undang.

Selain bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komisi ini juga melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa. Langkah-langkah yang ditempuh adalah pengungkapan kebenaran, pengakuan kesalahan, pemberian maaf, perdamaian, penegakkan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan tetap memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat.

Tugas dan Fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Lembaga ini sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UU No. 13 tahun 2006 merupakan lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan atau Korban. Hak-hak yang harus dilindungi dan dijamin LPSK antara lain ialah hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan; hak ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan; hak mendapat penerjemah; hak bebas dari pertanyaan yang menjerat; hak mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; hak mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; hak mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; hak mendapat identitas baru; hak mendapat tempat kediaman baru; hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; hak untuk mendapat nasihat hukum; dan/atau, hak memperoleh bantuan biaya hidup.

Tugas dan Fungsi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi ini merupakan badan yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Pasal 8 ayat (3) UU No. 32 tahun 2003 tentang Penyiaran disebutkan bahwa tugas dan kewajiban KPI antara lain menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan HAM; ikut membantu infrastruktur penyiaran; ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait; memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata dan seimbang; menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran dan menyusun pengembagan SDM yang menjamin profesionalitas dibidang penyiaran.